Apakah benar Dzikir Berjama'ah itu bid'ah?


Abu Yahya Adz-Dzahabi
InsyaAllah sudah banyak ulama kita yang menulis kitab seputar hukum dzikir jama'i. Dari namanya saja 'kontroversial dzikir berjamaah' tentulah hal2 yang menjadi perdebatan.padahal Agama ini dibangun dengan 'ILMU bukan dengan perdebatan (kontroversial) maka sungguh mengherankan hingga hari ini masih ada sekelompok yang gemar menjalankan ibadah yang penuh dengan kontroversial padahal orang-orang terdahulu (salaf) mengambil ilmu dengan kehati-hatian, dan menjalankan ibadah dengan keyakinan tanpa ada keragu-raguan (tentunya disandarkan dengan bashirah)

berikut ini ringkasan dari buku " Dzikir Jama'i karangan Muhammad bin Abdurrahman al Khumais "

1. dari nabi yang mulia Muhammad Shallallahu 'alayhi wa sallam, bahwa beliau shallallahu 'alayhi wa sallam tidak perna memerintahkan dzikir dengan cara berjama'ah, sekiranya beliau perintahkan tentulah akan kita jumpai pada kitab2 hadits, dan perkataan mulia beliau shallallahu 'alayhi wa sallam bahwa "barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka tertolak "

Imam Asy Syatibi dalam Kitab Al - I'thisham 1/129,
"Bahwa do'a - do'a yang dilakukan dengan berkumpul secara  terus menerus tidak ada contohnya dari Nabi  shallallahu 'alayhi wa sallam ". 

Syaikhul Islam  Ibnu Taimiyyah dalam Kitab Al Fatawa Al Kubra 2/132,
"Tidak ada seorang pun yang mengabarkan bahwa setiap Nabi SAW selesai mengerjakan shalat dengan para  sahabat, beliau berdo'a bersama - sama dengan mereka"

2. dari shahabat ridwanullah alaihim ajmain yang merupakan sebaik-baik generasi, semua mereka mengingkari terhadap siapa saja yang melakukan dzikir seperti dzikir berjama'ah

a. "Seorang pegawai menulis surat kepada Umar bin Khaththab radhiAllahu 'anhu, yang isinya, 'Di  suatu tempat ada suatu kaum yang berkumpul dan mereka berdo'a untuk kebaikan
kaum muslimin dan para pemimpin'.  Maka Umar pun membalas surat tersebut seraya mengatakan, 'Temuilah mereka (3x)', kemudian ia berkata kepada penjaga pintu,
'Siapkan Cambuk', maka ketika mereka masuk, Umar menyambut pemimpin mereka dengan cambukan" (Ma ja'a fi al bida' hal.54)

b. "Seorang laki - laki mengabarkan kepada Ibnu Mas'ud radhiAllahu 'anhu bahwa ada satu kaum sedang berkumpul dalam mesjid setelah melaksanakan shalat maghrib, seorang dari mereka berkata,
'Bertakbirlah kalian semua kepada Allah seperti ini ., bertasbilah kepadaNya seperti ini ., dan bertahmidlah kepadaNya seperti ini ., . maka beliau (Ibnu Mas'ud) mendatangi mereka seraya berkata, 'Dan demi Allah yang tiada ilah melainkan Dia, sungguh kalian telah datang dengan perkata bid'ah yang keji,
atau kalian telah menganggap lebih mengetahui daripada sahabat nabi'". (Ibnul Jauzy dalam Kitab  Talbis Iblis hlm. 16-17 dan As Suyuti dalam Kitab Al Amru bi Al Ibtida' hlm. 83
- 84 diriwayatkan oleh Al Bukhtari)

3. dari Imam-imam ahlussunnah (semoga Allah merahmati mereka semua) bahwa:

 Abu Hanifah dalam Kitab Badai'u ash shana'i fi Tartibi Ays Syara'  1/196 mengatakan, "Bahwasannya mengeraskan suara ketika bertakbir pada dasarnya
merupakan bid'ah karena hal tersebut merupakan bentuk dzikir, dan menurut penjelasan As Sunnah bahwa berdzikir hendaknya dilakukan dengan suara pelan
sebagaimana tersebut dalam firman Allah Ta'ala, 'Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut' (QS Al A'raf 55).  Dan sabda
Rasulullah SAW, 'Sebaik - baiknya do'a itu diucapkan dengan suara lembut' (HR Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya 3/91)."
  
Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah Al Maliki dalam kitabnya Ad Dur Ats Tsamin hlm. 173 berkata, "Bahwa Imam Malik dan beberapa Ulama' yang lain
tidak menyukai seorang Imam atau pemimpin do'a yang berdo'a setelah shalat wajib dengan suara keras"
  
Imam Asy Syafi'i dalam kitabnya Al Umm 1/111 berkata, "Dan aku memilih bagi imam dan makmum agar berdoa kepada Allah setelah selesai melakukan
shalat dan melembutkan suara dalam berdzikir kecuali seorang imam yang ingin mengajarkan pada makmumnya"

4. dari fatwa-fatwa 'Ulama (semoga Allah merahmati mereka)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata dalam Kitab Fiqh Al 'Ibadah hlm. 343, "Ada sebagian dari jama'ah haji yang membaca talbiyah secara
berjamaah dengan satu suara, salah seorang dari mereka maju ke depan, atau berada di tengah - tengah dan terkadang di barisan belakang, ia membaca
talbiyah lalu para jamaah lain mengikutinya secara bersama - sama.  Cara ini tidak pernah ada pada zaman sahabat Radhiyallahu 'anhum, bahkan Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu berkata, "Kami bersama Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam - pada saat haji wada' - maka ada diantara kami yang membaca takbir, ada yang membaca tahlil dan ada yang membaca talbiyah, beginilah yang disyariatkan kepada kaum muslimin, yaitu agar mereka membaca talbiyah sendiri - sendiri, tanpa ada sangkut pautnya dengan orang lain"
  
beliau juga berkata dalam fatwanya dalam Kitab Ad  Dararu  As Sunniyah 4/318 mengatakan, "Bahwa berdoa bersama setelah seorang Imam salam dengan satu lantunan tidak ada asalnya dan tidak disyariatkan"
  
Syaikh Hamid At Tuwaijiry Kitabnya Inkaru At Takbir Al Jama'i wa Ghairihi berkata, "Dalam Shahih Bukhari (no. 1830) dan Shahih Muslim (1704)
dari 'Ashim Al Ahwal dari Abu Utsman dari Abu Musa Radhiyallahu 'anhu berkata, 'Ketika Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam berjihad pada perang Khaibar ., mereka (para sahabat) menyerukan takbir seraya membaca : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah dengan suara keras maka Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda, 'Tahanlah diri kalian, sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli maupun jauh, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar yang dekat dan Dia selalu bersama kalian'.  Jika Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam melarang orang - orang yang meneriakan takbir padahal mereka berada di tanah lapang, maka perbuatan orang - orang yang bersahut - sahutan di dalam Masjidil Haram lebih terlarang lagi, karena mereka telah melakukan beberapa bid'ah yaitu berdzikir dengan suara keras, bersama - sama melagukannya sebagaimana yang dilakukan paduan suara, mendendangkannya dan mengganggu orang lain, yang semuanya ini tidak boleh dilakukan"
  
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Kitab Fatawa Nur 'Ala Ad  Darb 1/358 mengatakan, "Berkumpul untuk berdzikir secara berjamaah adalah
perbuatan yang tidak mempunyai dasar hukum dalam agama.dan wajib setiap muslim untuk meninggalkan perkara bid'ah, karena Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan pada perkataan kami maka ia  tertolak' (HR. Muslim no.1718)"
  
Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan dalam Kitabnya Nur 'ala Ad Darb 1/23 mengatakan, ".Membaca Istighfar berjama'ah adalah bid'ah.  Tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam , karena beliau beristighfar sendiri tanpa terikat dengan orang lain, dan tidak dengan berjamaah, begitu pula para sahabat, masing - masing membaca istighfar sendiri - sendiri tanpa berjama'ah dan itulah yang dilakukan oleh orang - orang setelah mereka"

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wanita dalam Islam

Hukum Tentang Ikhtilath

Fitnah Akhir Zaman